Biografi Imam Muslim – Imam Muslim merupakan salah satu ulama dan imam yang terkenal di kalangan masyarakat muslimin karena beliau penyusun hadits shahih muslim.
Banyak sekali umat islam yang memakai dalil hadits dari riwayat Imam muslim. Meskipun tidak semua orang yang ingin tahu lebih jauh tentang nama yang meriwayatkan.
Nah, disini penulis ingin menceritakan biografi Imam Muslim, berikut ini kisahnya.
Biografi Imam Muslim dan Latar Belakangnya
Nama lengkap beliau adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi.
Qusyair adalah kabilah arab yang dikenal, sedangkan Naisabur adalah sebuah kota yang dikenal masyhur di daerah Khurasan.
Karena kota ini termasuk terbaik di wilayah tersebut dan kota yang terkenal dengan ilmu dan kebaikan.
Beliau Imam Muslim dilahirkan di kota yang masyhur tadi yaitu kota Naisabur pada tahun 206 H atau 821 M. Kunya nya adalah Abu al-Husein, kita berhenti sebentar.
Apa sih Kunya itu?
Kunya adalah sebuah panggilan nama biasa yang digunakan oleh masyarakat arab untuk panggilan kehormatan atau gelar terhadap seseorang.
Kunya sama seperti dengan Laqob yaitu nama panggilan atau gelar terhadap seseorang. Jadi laqob Imam Muslim adalah al-Hafidz, al-Mujawwid, dan ash-Shadiq.
Masa Kecil Imam Muslim
Imam Muslim dibesar dikota Naisabur dan juga beliau dibesar dirumah yang dengan ketakwaan, keshalehan, dan ilmu.
Ayah beliau adalah Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, beliau adalah seorang yang mencintai ilmu. Sang ayah sering dan rajin sekali hadir disetiap majelisnya para Ulama.
Ayah beliau mendidiknya dengan semangat untuk ketakwaan, keshalehan, dan cinta terhadap ilmu yang beliau miliki.
Ketika pada usia dini, minat beliau terhadap Ilmu hadits memang sangat luar biasa. Sejak saat itu, beliau mulai berkonsentrasi untuk mempelajari ilmu hadits.
Pada tahun 218 H, mulai belajar hadits, dan ketika usia beliau kurang dari 15 tahun.
Alhamdulillah, beliau beruntung mendapatkan anugerah dari Allah subhaanahu wa ta’ala sebuah ketajaman dalam mengingat hafalan dan berfikir.
Ketika beliau usia 10 tahun, Imam Muslim sering sekali mendatangi dan berguru dengan seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad-Dakhili.
Setahun kemudian, beliau mulai memberanikan diri untuk menghafal hadits Nabi sholallahu ‘alaihi wassallam.
Dan juga berani untuk mengoreksi kesalahan terhadap gurunya yang salah dalam penyampaian periwayatan hadits.
Imam adz-Dzahabi pernah mengatakan, “Kali pertama ia mendengarkan kajjian sunnah (hadits) adalah saat usianya menginjak 18 tahun. Ia belajar dari Yahya bin Yahya at-Tamimi“.
Petualangan Imam Muslim
Selain kepada Ad-Dakhili, Imam Muslim tidak segan-segan untuk kepada para Ulama diberbagai tempat dan negara.
Bertualang sudah menjadi aktivitas rutin beliau untuk mncari silsilah dan urutan yang benar dari sebuah hadits yang beliau hafalkan.
Misalnya beliau pergi ke Irak, Hijaz, Syam, mesir dan negara-negara lainnya. Dalam safar beliau itu, Imam Muslim banyak bertemu dengan para Ulama ternama untuk berguru hadits dengan mereka.
Ketika berada di Khurasan, beliau berguru dengan Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, di Ray beliau berguru dengan Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan.
Di Irak beliau berguru hadits dengan Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Sedangkan di Hijaz beliau belajar dengan Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar.
Dan di Mesir beliau berguru dengan ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan Ulama-ulama ahli hadits lainnya.
Guru dan Murid Imam Muslim
Guru-Guru Imam Muslim
Imam Muslim memiliki banyak sekali guru, ketika beliau bertualang untuk menuntut ilmu hadits dan lainnya. Jumlah guru beliai hampir mencapai 120 orang. Diantaranya ialah:
- Di Mekkah ia belajar dengan Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi.
- Yahya bin Yahya an-Naisabur.
- Ahmad bin Hanbal.
- Ishaq bin Rahuyah.
- Abu Khaitsamah.
- Zuhair bin Harb.
- Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala.
- Abu Musa Muhammad bin al-Mutsanna.
- Hunad bin as-Sirri.
- Muhammad bin Yahya bin Abi Umar.
- Muhammad bin Yahya adz-Dzuhali.
- Imam Bukhari.
- Abdullah bin ad-Darimi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Murid-Murid Beliau
Selain memiliki gurunya yang banyak, beliau juga memiliki seorang murid. Kedudukan yang tinggi dalam keilmuan membuat pelajar dari segala penjuru dunia datang untuk belajar dengan Imam Muslim.
Diantaranya ialah :
- Ali bin al-Hasan bin Abi Isa al-Hilali.
- Husein bin Muhammad al-Qabani.
- Abu Bakr Muhammad bin an-Nadhar bin Salamah al-Jarudi.
- Ali bin Husein bin al-Juneid ar-Razi.
- Shalih bin Muhammad Jazrah.
- Abu Isa at-Turmudzi.
- Ahmad bin al-Mubarak al-Mustamli.
- Abdullah bin Yahya as-Sarkhasi.
- Nashr bin Ahmad bin Nashr al-Hafidz, dan masih banyak lagi yang masih belum disebutkan.
Ketika Terjadi Masalah Antara Imam Bukhari dan Az-Zihli
Bagi Imam Muslim, Baghdad merupakan kota yang mempunyai arti tersendiri. Di kota inilah, beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada para Ulama ahli hadits.
Kunjungan beliau yang terakhir pada tahun 259 H.
Nah, ketika itu Imam Bukhari datang ke Kota Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran tentang ilmu yang beliau punya sekaligus berguru dengannya.
Ketika itu, Imam Bukhari lebih senior dan lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
Pada suatu hari, ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Imam Bukhari dan Az-zihli, beliau (Imam Muslim) bergabung dengan Imam Bukhari.
Sayangnya, hal ini kemudian menjadio sebab terputusnya hubungan beliau dengan Imam Az-Zihli.
Akan tetapi, yang lebih menyedihkan lagi, ketika hubungan yang tak baik tersebut merambat ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Apa masalahnya? Yaitu, Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab beliau yang lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima oleh Imam Az-Zihli.
Padahal beliau (Imam Az-Zihli) adalah gurunya. Begitu juga dengan yang dilakukan kepada Imam Bukhari.
Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan dalam kitab shahihnya dan hadits-hadits yang diterima oleh Imam Bukhari.
Meskipun kayak gitu, Imam Muslim tetapi mengakui keduanya adalah Gurunya.
Beliau Dikenal Tawadhu’ dan Wara’ Dalam Ilmu
Imam Muslim yang dikenal tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu, beliau telah meriwayatkan puluhan ribu hadits.
Menurut Muhammad Ajaj Al-Khatib, guru besar hadits dari Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan.
Bila dihitung dengan pengulangan, katanya (Muhammad Ajaj Al-Khatib) berjumlah sekitar 10.000 hadits.
Sementara menurut Imam Al-Khuli, Ulama besar asal Mesir hadits yang terdapat dalam karya Imam Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 hadits dengan pengulangan.
Jumlah hadits yang beliau tulis dalam shahih Muslim itu diambil dan disharing dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta’dil yakni ilmu yang digunakan untuk menilai cacatnya atau tidak suatu hadits.
Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti haddasani (menyempaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhbarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata).
Imam Muslim menjadi orang yang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari.
Seperti yang dikomentari oleh ulama besar Abu Quraisy Al-Hafidz, “Di dunia ini orang yang benar-benar adli dibidang hadits hanya 4 orang; salah satu diantaranya adalah Imam Muslim“.
Maksud dari ungkapan ini tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup pada masa Abu Quraisy.
Metodologi Imam Muslim dalam Meriwayatkan Hadits
Imam Malik rahimahullah menulis kitab al-Muwattha. Sebuah kitab yang menjadi landasan hukum-hukum dari kitab ash-Shahih al-Muttafaq’alaih. Buku hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fiqh.
Imam Muslim meneliti kembali jalur sanad hadits-hadits tersebut yang berbeda-beda. Menyusun hadits-hadits dari beberapa jalur dan periwayatan yang berbeda-beda juga.
Demikian juga, beliau mensusun hadits-hadits dalam bab yang berbeda sesuai dengan makna yang telah dikandungnya.
Setelah itu Imam muslim bin al-Hajjaj al-Qurasyiri rahimahullah menyusun kitab shahih. Beliau menyusun meniru langkah yang dilakukan oleh Imam al-Bukhari.
Yaitu hanya menukil hadits-hadits yang disepakati saja ke-shahihannya. Berbeda dengan Imam al-Bukhari, Imam Muslim menghapus riwayat yang berulang.
Kemudian mengumpulkan jalan-jalan sanadnya di tempat yang sama. Dan mengelompokannya dengan bab fikih.
Imam Muslim menghabiskan waktu 15 tahun lamanya untuk menyusun kitab Shahih-nya.
Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku pernah bersama Muslim saat penulisan Shahih-nya. Lama penulisannya 15 tahun.” Ia menulis di negerinya.
Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Muqaddimah Fathul Bari.
Ibnu Hajar mengatakan, “Muslim menulis kitabnya di kampung halamannya. Dengan menghadirkan inti kitabnya saat sebagian besar gurunya masih hidup. Muslim sangat menjaga lafadz hadits dan meneliti redaksinya.”
Wasiat Imam Muslim
Banyak sekali karya yang Imam Muslim tinggalkan. Apa saja karya-karya yang beliau tinggalkan?
Karya tulis, ilmu yang luas dan ini tidak layak jika kita sia-siakan, jadi kita harus memanfaatkan betul.
Nah, dari sekian banyak karya beliau, masih ada juga karya beliau yang masih ada sampai sekarang ini.
Di antara karya tulis beliau adalah, sebagai berikut:
- Ash-Shahih (Shahih Muslim). Nah, karya inilah yang paling mashur di tengah umat islam sekarang ini.
- At-Tamyiz.
- Al-‘Ilal.
- Al-Wuhdan.
- Al-Aqran.
- Al-Afrad.
- Su-alatihi Ahmad bin Hanbal.
- Kitab Masyayikh ats-Tsauri.
- Kitab Masyayikh Malik.
- Kitab Masyayikh as-Su’bah.
- Kitab Amr bin Syu’aib.
- Al-Intifa’ bi Uhubi as-Siba’.
- Al-Mukhadhramin.
- Awlad ash-Shahabah.
- Man Laysa Lahu Illa Rawin wa Ahadin.
- Ath-Thabaqat.
- Afrad asy-Syamiyyin.
- Awham al-Muhadditsin.
Pendapat Ulama kepada Imam Muslim
Abu Quraisy al-Hafidz, mengatakan, “Aku mendengarkan Muhammad bin Basyar mengatakan, ‘Di dunia ini, orang yang benar-benar adli dalam bidang hadits ada 4 orang: Abu Zur’ah di kota Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah ad-Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) di Bukhara’“.
Al-Hafidz Abu Ali an-Naisaburi, mengatakan, “Tidak ada di kolong langit ini, sebuah kitab dalam ilmu hadits yang lebih shahih dari kitabnya Muslim“.
Ahmad bin Salamah, mengatakan, “Aku melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim lebih mengunggulkan Muslim dalam pengetahuan ash-shahih dibandingkan para ulama pada zamannya“.
Shiddiq bin Hasan al-Qanuji memuji Imam Muslim dengan mengatakan, “al-Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Baghdadi adalah seorang imam dan hafidz“.
Salah seorang Imam para ahli hadits. Imam masyarakat Khurasan dalam ilmu hadits setelah Imam Bukhari.
Wafatnya Imam Muslim
Ketika beliau wafat, usia Imam Muslim bisa dikatakan tidak panjang, hanya 55 tahun. Beliau wafat dan dimakamkan di Naisabur pada tahun 261 H atau 857 M.
Imam Muslim rahimahullah rahmatan wasi’atan. Semoga Allah memberikan balasan jasa-jasa beliau terhadap ilmu yang telah beliau wasiatkan terhadap umat Islam dengan sebaik-baik balasan-Nya.