khairulleon.com
Perayaan tahun baru masehi merupakan salah satu perayaan yang menyerupai ibadah non-muslim, menurut hadist Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam. Oleh karena itu, kebanyakan ulama-ulama islam didunia berpendapat haram untuk dilakukan umat islam.
Nah, kami disini ingin menjabarkan tentang pendapat merayakan tahun baru masehi untuk umat islam. Diantara pendapat tersebut, ada yang berpendapat Haram dilakukan ada juga boleh-boleh saja (Mubah). Mari kita semak pembahasannya.
Pendapat Haram Tahun Baru Masehi
Pertama, Kenapa para ulama islam kebanyakan berpendapat haram atas masalah ini? Dikarena hal ini menyerupai adat atau ibadah non-muslim. Dalil yang haram menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffar), dan dalil khusus yang mengharamkan merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffar fii a’yaadihim).
Sekedar menyerupai saja itu diharamkan, apalagi melakukannya, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam, bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (agama tertentu), maka mereka termasuk bagian dari mereka”.
Kedua, perayaan tahun baru masehi ini penuh dengan kemaksiatan yang begitu besar. Perayaan tahun baru masehi identik dengan meminum benda-benda yang memabukkan (Khamr), berzina, tertawa terbahak-bahak (seperti, syaiton), dan hura-hura. Terkadang ada orang yang menyia-nyiakan waktunya untuk bergadang.
Pendapat Menghalalkan atau Boleh (MUBAH)
Pertama, kenapa ada yang berpendapat menhalalkan atau membolehkan tahun baru masehi?. Karena ini, mengambil dari hadits Arba’in yang ditulis oleh Imam Nawawi, hadits yang pertama, yaitu “Sesungguhnya amal perbuatan disertai dengan niat, dan setiap orang mendapatkan balasan amal sesuai dengan niatnya”.
Jadi kesimpulannya adalah semua kegiatan atau perbuatan itu tergantung dengan niatnya masing-masing orang. Jika ada seorang yang berniatan untuk merayakannya, maka hukumnya haram bagi umat islam, begitu juga sebaliknya jikalau tidak ada niatan untuk merayakanny, maka hukumnya boleh-boleh saja atau MUBAH.
Adapun kebiasaan orang ketika merayakan tahun baru, yaitu dengan meminum khamr atau benda yang memabukan, berzina, dan lain halnya bersifat kemaksiatan, tentunya itu jatuhnya kehukuman haram.
jadi yang haram adalah maksiatnya, bukan malam tahun barunya. Jika umat islam ingin mamanfaatkan tahun baru itu dengan berbagi dengan sesama, memberi orang fakir miskin, membersihkan lingkungan, dal lain sebagainya. Maka itu diperbolehkan, karena memanfaatkan waktu tahun baru itu dengan kebaikan
KESIMPULAN:
Pertama, merayakan tahun baru tidak ada ajaran dari Rasulullah Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam. Kalaupun itu dikerjakan, ia tidak mendapatkan pahala, dan bisa disebut-sebut dengan bid’ah.
Kedua, tidak keutungan apapun secara moril maupun materil untuk merayakan itu.
Ketiga, jika perayaan itu sering dikerjakan sehingga menjadi tradisi tersendir, dan takutnya diwaktu saat nanti menjadi sesuatu yang diwajib, bahkan menjadi ritual agama.
Jadi, kita (umat islam) lebih baik unuk meninggalkan tahun baru masehi tersebut agar dapat menghindarkan kita dari perbuat maksiat pada saat malam tersebut. Karena kita tidak tau dengan pasti kalau hal tersebut baik apa tidak bagi kita (umat islam) semuannya.